Vitiligo
Gambar: Dirjen Yankes (Dr. dr. I G N Darmaputra, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV - RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah)
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun. Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi 0,5 – 1 %. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Vitiligo biasanya mulai terlihat pada saat anak-anak dan remaja dengan puncaknya pada usia 10 – 30 tahun.
Kasus vitiligo pada sebagian masyarakat seringkali dikaitkan dengan mitos tertentu dan seringkali menimbulkan stigmata pada penderitanya. Pada tulisan ini dijelaskan bahwa vitiligo bukanlah suatu penyakit yang harus menimbulkan stigmata tertentu pada penderitanya, karena memang sudah banyak bukti bahwa banyak faktor berperan pada timbulnya Vitiligo. Faktor tersebut adalah genetik, autoimun dan neural.
Menurut panduan PERDOSKI, Diagnosis vitiligo dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis sebagai berikut ini.
1. Timbul bercak putih seperti susu/kapur onset tidak sejak lahir.
2. Tidak ada gejala subjektif, kadang sedikit terasa gatal.
3. Progresivitas lesi: dapat bertambah luas/menyebar, atau lambat/menetap, kadang timbul bercak sewarna putih pada lesi tanpa diberikan pengobatan (repigmentasi spontan).
4. Bisa didapatkan riwayat vitiligo pada keluarga (10-20%).
5. Bisa didapatkan riwayat penyakit autoimun lain pada penderita atau keluarga (10-25%).
Vitiligo dapat disembuhkan atau setidaknya bisa dikurangi secara kosmetik, sehingga rasa rendah diri penderita bisa diminimalisir. Beberapa modalitas terapi bisa dipilih dari yang paling sederhana dengan cara kamuflase, menutup area putih menggunakan covermark hingga tindakan operatif untuk menumbuhkan pigmen yang hilang. Secara non-farmakologi, penderita dianjurkan untuk menghindari trauma fisik baik luka tajam, tumpul ataupun tekanan repetitive yang menyebabkan fenomena koebner, yaitu lesi depigmentasi baru pada lokasi trauma. Trauma ini terjadi umumnya pada aktivitas sehari-hari, misalnya pemakaian jam tangan, celana yang terlalu ketat, menyisir rambut terlalu keras, atau menggosok handuk di punggung. Penderita juga dianjurkan untuk menghindari stress dan menghindari pajanan sinar matahari berlebihan. Secara farmakologi, bisa dipilih pengobatan dengan obat topikal seperti kortikosteroid atau calcineurin inhibitor.
Cara Pengobatan Vitiligo
1. Topical Corticosteroid (TCS)
Terapi TCS ini diawali dengan uji coba selama tiga bulan dan dilakukan setiap hari. Tujuannya adalah menstabilkan dan meningkatkan repigmentasi kulit yang terlanjur mengalami bercak putih susu. TCS memiliki efek samping seperti stretch mark dan atrofi pada kulit.
2. Topical Calcineurin Inhibitor (TCI)
Pengobatan TCI merupakan pengembangan dari pengobatan TCS yang terdapat dalam duabentuk, yaitu salep dan krim. Efek samping dari TCI pada orang dewasa lebih minim daripada TCS.
3. Immunodulator Topical
Pengobatan ini secara umum lebih aman digunakan oleh pasien anak-anak. Apabila dikombinasikan dengan terapi sinar ultraviolet B akan menunjukkan efektivitas yang baik.
4. Terapi Cahaya
Terapi cahaya atau fototerapi dilakukan apabila bercak-bercak putih penderita vitiligo sudah menyebar cukup luas. Terapi ini menggunakan cahaya ultraviolet A (UVA) atau B (UVB) untuk mengembalikan warna kulit yang terkena vitiligo.
Pengobatan vitiligo yang dilakukan sejak dini dan teratur akan lebih efektif. Tapi, perlu diperhatikan bahwa sifat pengobatan vitiligo bukanlah menyembuhkan, melainkan hanya memperbaiki penampilan kulit.
Sumber:
https://rsudps.bantulkab.go..id.vitiligo
https://www.siloamhospital..com.mengenal-apa-itu-vitiligo